Pemanasan Global : Bongkahan Es Mencair, Laut Meluap, Akibatnya Bumi Tenggelam


Kandungan air bumi sangat berlimpah, volume seluruhnya mencapai ~1.4 milyar km3. Lebih dari 97 persen merupakan air laut, 2 persen berupa gunung-gunung es di kedua kutub bumi dan sekitar 0,75 persen air tawar yang mendukung kehidupan makhluk hidup di darat. Dari luas permukaan bumi 510 juta km2, 70.8 persen (361.13 juta km2) planet kita ditutupi oleh air sehingga tidak mengherankan warnanya biru dibanding planet-planet lain dan sebenarnya beralasan penamaan ‘bumi’ (‘earth’ dengan bahasa Latin humus/terra berarti tanah/daratan) adalah suatu kekeliruan. Lautan memang tidak tersebar merata di permukaan bumi, menutupi 80 persen belahan selatan dan 61 persen di belahan utara di mana terdapat sebagian besar daratan dunia. Paparan benua, hanya mencakup 7-8 persen seluruh luas lautan dengan kemiringan landai sampai kedalaman 200 meter, kemudian menurun tajam hingga 3-5 km (kedalaman rata-rata lautan 4 km). Dataran abisal ini seragam kedalamannya menutupi daerah dasar lautan yang rata dan sangat luas.

Jika diamati perbandingan ‘massa’ daratan dan lautan dengan mengandaikan seluruh daratan diratakan maka yang tersisa hanyalah massa air dengan kedalaman lebih dari 3 km. Kebanyakan pegunungan tertinggi bumi berkisar antara 5 – 8 km seperti pegunungan Himalaya dengan elevasi tertinggi di Everest (8.850 m). Sedangkan kedalaman palung-palung laut berkisar 7 sampai 11 km dengan palung terdalam Mariana di Pasifik 11.033 meter (panjang 1.554 mil, lebar 44 mil). Sekalipun ditenggelamkan gunung Everest ke laut terdalam dunia ini masih tersisa massa air diatasnya dengan kedalaman lebih dari 2 km (2,183 m).

Di belahan dunia bagian utara, musim dingin saat ini turut merenggut korban jiwa seperti di Jepang dan Rusia. Untuk menyisihkan salju yang luar biasa tebal, Jepang mengoperasikan mesin keruk spesial. Di India ratusan orang meninggal akibat kedinginan. Sementara di Australia mencatat tahun 2005 sebagai tahun yang paling panas. Kepanikan juga melanda warga Rusia gara-gara salju turun tapi bukan salju putih seperti biasa, melainkan salju merah. Badai pasir yang terangkut dari Mongolia menimbulkan fenomena ini. Selain turut memperluas gurun di dunia, salju merah yang mengguyur Rusia hanya beberapa pekan setelah salju kuning menyelimuti wilayah Pulau Sakhalin di Rusia timur jauh akibat oleh polusi dari pabrik minyak dan gas.

Peningkatan Suhu. Badan dunia PBB lewat Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, 1990) menyimpulkan bahwa sejak akhir 1980-an pemanasan global terlihat nyata dan meningkat tajam 0.3 – 0.6 derajat Celcius. Tahun 1987 dan 1988 tercatat sebagai dimulainya suhu global rata-rata tertinggi, pemecah rekor di Siberia, Eropa Timur dan Amerika Utara. Pada tahun yang sama juga diikuti terjadinya banjir besar di Korea dan Bangladesh. Bangladesh, di awal 1991 mengalami banjir lagi disertai angin puyuh yang menimbulkan banyak korban jiwa. Survey WWF (2006) melaporkan bahwa lapisan es di pegunungan tertinggi dunia, Himalaya, telah mencair dengan cepat dan berpotensi menimbulkan kesulitan pasokan air. Himalaya memiliki cadangan air beku terbesar dunia setelah wilayah kutub. Lelehan es-nya mengaliri sungai-sungai besar Asia (Gangga, Indus, Brahmaputra, Mekong, Thanlwin, Yangtze, dan Sungai Kuning). Namun peningkatan suhu menjadikan lapisan es menurun cepat dengan laju 10-15 m/tahun, sehingga menimbulkan banjir. Setelah cadangan es habis, kekeringan pasti melanda.

Dari hampir 1.500 species flora/fauna yang diamati Prof.T.Root, dkk (Stanford Univ.) terdapat 1.200 sp. memperlihatkan perubahan tetap akibat berubahnya suhu. Banyak spesies saat ini termasuk ikan-ikan memperlihatkan kecenderungan bermigrasi dan bergerak ke arah utara bumi, ke tempat yang lebih dingin. Vegetasi tumbuhan diperkirakan berpindah 100-150 km ke arah kutub untuk beradaptasi dengan peningkatan suhu sebesar 1 derajat Celcius (Nature, 2003). Hal yang sama terjadi pada hutan mangrove. Mangrove yang peka selain terhadap perubahan salinitas air dan laju sedimentasi pasti tak dapat menghindar jika air laut naik. Selama masa perubahan iklim yang bertahap, seperti yang terjadi pada waktu lalu, kawanan hewan perumput bergerak mengikuti gerakan vegetasi diiringi oleh hewan karnivora yang memangsa mereka. Perubahan iklim yang cepat, tidak memberikan harapan bagi penyesuaian seperti ini. Tentunya organisme yang tak dapat beradaptasi dengan perubahan akan terisolasi dan punah. Pemanasan global dapat mereduksi keanekaragaman genetik dan ini berarti walaupun keanekaragaman spesies tinggi, namun karena kurang dalam jumlah maka akan lebih rentan dan terancam punah akibat penyakit serta rendahnya keanekaragaman genetik. Berdasarkan dari berbagai jurnal penelitian ilmiah terbaru, ternyata ada banyak sekali bukti yang mana pemanasan global mempengaruhi kehidupan flora/fauna termasuk manusia di dalamnya. Hal ini tidak akan pernah cukup diurai dalam tulisan ini, namun dipastikan bumi saat ini berjalan tidak alamiah lagi.

Sumber : Berbagai Sumber